Senin, 6 Oktober 2014
I.
JUDUL : PENETAPAN OKSIGEN TERLARUT
II.
TUJUAN : Untuk menentukan konsentrasi oksigen terlarut pada
air limbah.
III.
TINJAUAN PUSTAKA
Keberadaan
oksigen di perairan sangat penting untuk diketahui sebab oksigen sangat penting
bagi kehidupan. Banyaknya O2 terlarut dalam peerairan biasa
disebut DO. Dilihat dari jumlahnya, oksigen terlarut adalah satu
jenis gas terlarut dalam air pada urutan kedua setelah nitrogen. Namun jika dilihat
kepentingannya bagi kehidupan, oksigen menempati urutan paling atas. Sumber
utama oksigen dalam perairan adalah hasil difusi dari udara, terbawa melalui
presipitasi (air hujan) dan hasil fotointesis fitoplankton. Sebaliknya,
kandungan DO dalam
air dapat berkurang karena dimanfaatkan oleh aktivitas respirasi
dan perombakan bahan organik(Sumeru, 2008).
Kekurangan oksigen dapat dialami karena
terhalangnya difusi akibat stratifikasi salinitas yang
terjadi. Rendahnya
kandungan DO dalam air berpengaruh buruk terhadap kehidupan ikan dan kehidupan
akuatik lainnya, dan jika tidak ada sama sekali DO mengakibatkan munculnya
kondisi anaerobik dengan bau busuk dan permasalahan estetika (Sumeru, 2008).
Air
mengalir pada umumnya kandungan oksigennya cukup karena gerakannya menjamin
berlangsungnya difusi antara udara dan air. Bila pencemaran organik pada badan
air, DO tersebut digunakan oleh bakteri untuk mengoksidasi bahan pencemar
organik tersebut. Komposisi populasi hewan dalam air sangat erat hubungannya
dengan kandungan oksigen. Kelarutan oksigen atmosfer dalam air segar atau tawar
berkisar dari 14,6 mg/liter pada suhu 0o C hingga 7,1 mg/liter
pada suhu 35o C pada tekanan satu atmosfer (Canter, 1977).
Metode
titrasi dengan cara Winkler secara umum banyak digunakan untuk
menentukan kadar oksigen terlarut. Prinsipnya dengan menggunakan titrasi
iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2
dan NaOH atau KI, sehingga akan terjadi endapan MnO2. Dengan
menambahkan H2SO4 atan HCl maka endapan yang terjadi
akan larut kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium (I2)
yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya
dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat (Na2S2O3)
dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji).
Dengan
menggunakan metode titrasi Winkler dapat ditentukan kadar Dissolved Oxygen (DO)
dari suatu perairan. Dari kandungan DO yang diperoleh, dapat diketahui apakah
kandungan DO yang dibutuhkan oleh organisme air tercukupi atau tidak. Metode yang digunakan adalah metode
WINKLER yang dimodifikasi oleh ALSTERBERG untuk menghilangkan pengaruh ion
nitrit dalam air.
Kandungan Dissolved
Oxygen (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan nornal dan tidak
tercemar oleh senyawa beracun (toksik) (Swingle, 1968) atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air menegaskan bahwa kadar DO minimum yang harus ada
pada air adalah >2 mg O2/lt. Idealnya, kandungan oksigen terlarut
tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada
tingkat kejenuhan sebesar 70%.
Kelebihan metode Winkler dalam
menganalisis DO (Dissolved Oxygen), yaitu:
a.
Dengan mengikuti prosedur yang tepat dan standarisasi
tio secara analitis, akan diperoleh hasil penentuan oksigen terlarut yang
akurat.
b.
Peranan suhu dan salinitas ini sangat vital terhadap
akurasi penentuan oksigen terlarut dengan cara DO meter.
c.
Dibandingkan dengan metode titrasi, peranan kalibrasi
alat DO meter sangat menentukan akurasinya hasil penentuan pengukuran.
Kelemahan metode Winkler dalam
menganalisis DO (Dissolved Oxygen),yaitu:
a.
Penambahan indikator amilum harus dilakukan pada saat
mendekati titik akhir titrasi agar amilum tidak membungkus I2 karena
akan menyebabkan amilum sukar bereaksi untuk kembali ke senyawa semula.
b.
Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal
ini disebabkan karena I2 mudah menguap dan ada yang harus
diperhatikan dari titrasi iodometri yang biasa dapat menjadi kesalahan pada
titrasi iodometri yaitu penguapan I2, oksidasi udara dan
adsorpsi I2 oleh endapan.
Prinsip
Penetapan : Oksigen terlarut dalam air dipakai unutk mengoksidasi Mn++
menjadi endapan Mn+4. Oleh hadirmya asam sulfat dan KI, endapan Mn+4
kembali dilarutkan menjadi Mn++ dan I2 dilepaskan I2 yang dilepaskan ini dititrasi dengan Na2S2O3.
MnSO4 + 2NaOH
Mn(OH)2 + Na2SO4
3Mn(OH)2 + K2O2
MnO4
+ 3H2O
Mn3O4 +2KI + 4H2SO4
I2
+ 3MNSO2 + K2SO4 + 4H2O
I2 + Na2S2O3
2NaI
+ Na2S4O6
Kalau dalam air terdapat ion nitrit,
ion nitrit akan diubah dalam bentuk yang tidak menimbulkan gangguan.
2NaN3 + H2SO4
2HN3
+ Na2SO4
HNO2 + HN3
N2 + N2O + H2O
IV.
ALAT DAN BAHAN
Alat:
1.
Botol Winkler
2.
Pipet
3.
Buret
4.
Erlenmeyer
5.
Klem
6.
Statif
7.
Beaker glass
8.
pipet ukur
Bahan:
1. Asam Sulfat (H2SO4)
pekat
2. Regen kombinasi KI + NaN3 alkali.
a.
Siapkan 15 g KI, 35 g NaOH dan 1 g NaN3.
b.
Larutkan KI dan NaOH dalam ± 80 mL aquadest.
c.
Larutkan NaN3 dalam 20 mL aquadest.
d.
Campurkan kedua larutan ini.
e.
Tempatkan larutan ini dalam botol berwarna coklat dan tutup
rapat.
3. Larutan MnSO4
a.
Larutkan 3500 g MnSO4.H2O dalam
aquadest.
b.
Jadikan volumenya 1 liter dengan aquadest.
4. Larutkan Na-thiosulfat (Na2S2O3)
1/80 N.
Siapkan
larutan ini pada saat akan digunakan.
a.
Timbang dengan teliti 3,102 g Na2S2O3.5H2O
dan masukkan dalam labu ukur 1000 mL.
b.
Larutkan dengan aquadest dan jadikan volumenya tepat 1000
mL.
5. Larutan Kanji.
V.
CARA KERJA
1. Siapkan
botol DO dan isi dengan pencontoh air yang diperiksa hingga penuh betul (sampai
tumpah).
2. Masukkan
dengan menggunakan pipet 2 ml larutan MnSO4 dan 2 ml reagen
kombinasi alkalin pada dasar botol.
3. Tutuplah
botol DO tersebut rapat-rapat dan kocok dengan baik sehingga timbul endapan.
4. Biarkan
selama 10 menit agar endapannya mengendap dengan baik.
5. Pisahkan
bagian atas cairan dalam botol dengan cepat ke dalam labu Erlenmeyer.
6. Segera
bubuhkan ke dalam masing-masing bagian 2 ml H2SO4
7. Titrasi
kedua larutan dengan larutan Na2S2O3 1/80 N
sampai larutan berwarna kuning muda.
8. Tambahkan
larutan kanji, cairan dalam botol akan berwarna biru.
9. Teruskan
titrasi dengan Na2S2O3 1/80 N hingga warna
biru tepat hilang.
10. Catat
volume larutan Na2S2O3 1/80 N yang terpakai.
Perhitungan :
Konsentrasi
Oksigen Terlarut =
Dimana : V1 = Volume Na2S2O3 yang
terpakai untuk titrasi
N thio = Titer larutan Na2S2O3
V2 = Volume percontoh air yang diperiksa
VI. HASIL
PERCOBAAN
v Pembuatan larutan standar primer
Berat
KIO3
Data penimbangan :
Kertas
timbang + KIO3 = 365,8 mg
Kertas
timbang + sisa = 272,8 mg
KIO3 = 93,0 mg
Koreksi
Kadar KIO3
v Standarisasi
larutan Na2S2O3
Pembacaan buret :
1.
10,4 ml
2.
10,3 ml
3.
10,4ml
Volume rata – rata = 10,37 ml
Perhitungan
:
( V x N ) KIO3 = ( V x N ) Na2S2O3
10x 0,0261 = 10,37 x
N
Normalitas Na2S2O3 =
0,0252 N
v Sampel
B
Volume titran Na2S2O3
= 2,9 ml
Volume Air = 295,62 ml
Konsentrasi
Oksigen Terlarut =
Konsentrasi Oksigen Terlarut =
= 1,9889 mg/l
v Air
kran
Konsentrasi Oksigen Terlarut =
= 5,5109 mg/l
VII.
PEMBAHASAN
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui
kadar oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) didalam air limbah. Langkah
pertama adalah pembuatan reagen, reagen yang dibuat adalah larutan mangan
sulfat, larutan alkali iodida azida, dan larutan natrium thiosulfat 0,025 N.
Langkah selanjutnya adalah pengujian DO.
Sampel diambil dan masukkan dalam botol Winkler sampai penuh betul (sampai
tumpah). Tutup Winkler dibuka, tambahkan 2 mL larutan MnSO4 dan
2 mL KI (alkali iodida azida) ditambahkan menggunakan ujung pipet tepat di dasar botol. MnO2 dan KI (alkali
iodida azida) berfungsi untuk mengikat O2. Reaksi yang terjadi
adalah:
MnO2 + 2 KI + 2 H2O
→ Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH.
Setelah itu, botol segera ditutup dan
dihomogenkan hingga terbentuk gumpalan sempurna. Ion mangan yang ditambahkan
pada sampel mengikat oksigen dan terjadi endapan MnO2. Gumpalan
dibiarkan mengendap 5-10 menit. Pisahkan bagian atas cairan dalam botol dengan
cepat ke dalam labu erlenmeyer. Tambahkan 2 ml H2SO4 pekat
ke dalam botol dan 1 ml H2SO4 pekat pada erlenmeyer.
H2SO4 berfungsi untuk melarutkan endapan kembali.
Larutan dihomogenkan hingga endapan larut sempurna. Pada saat endapan larut,
molekul iodium yang ekivalen dengan oksigen terlarut juga ikut terbebas. Iodium
(I2) yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan
standar natrium thiosulfat. Larutan yang telah homogen tersebut dititrasi dengan
larutan Na2S2O3 0,025 N sampai larutan
berwarna kuning pucat atau kuning transparan.
Reaksi yang terjadi adalah:
I2 + 2 Na2S2O3 à
Na2S4O6 + 2 NaI
Setelah terbentuk larutan kuning transparan yang
pertama, Larutan sampeld itetesi 2 tetes indikator amilum atau kanji. Larutan
indikator amilum atau kanji berfungsi untuk mengetahui ada tidaknya kandungan
amilum dalam air sampel atau tidak. Warna biru pada larutan sampel menunjukkan
uji positif adanya amilum. Titrasi kembali dilakukan sampai larutan jernih atau
sampai warna biru tepat hilang dan kadar DO dihitung. Dari perhitungan
menggunakan rumus :
konsentrasi Oksigen Terlarut
=
dihasilkan konsentrasi oksigen terlarut pada
sampel B sebesar 1,9889 mg/l dan pada sampel air kran adalah 5,5109 mg/l.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air menegaskan
bahwa kadar DO minimum yang harus ada pada air adalah >2 mg O2/L.
Jadi, dapat dikatakan bahwa air kran baik, yaitu memenuhi baku standar
yang telah ditetapkan, tapi untuk sampel B belum memenuhi baku standar.
VIII.
KESIMPULAN
Berdasarkan
praktikum Penetapan Oksigen Terlarut
yang sudah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pada sampel B konsentrasi oksigen
terlarut sebesar 1,9889 mg/l dan pada sampel air kran adalah 5,5109 mg/l.
IX.
DAFTAR PUSTAKA
Canter, L.W. (1977) dalam Soemarno
2010. Beberapa Parameter Kualitas Sumberdaya Air. Malang :
Universitas Brawijaya.
Hezim, Faisol. 2014. Pengukuran Oksigen Terlarut (DO) Metode
Winkler (Praktikum Ekologi Umum). Online : http://fairulfh.blogspot.com/2013/12/laporan-pengukuran-oksigen-terlarut-do.html. Diakses pada tanggal 10
Oktober 2014
Salmin.
2005. Oksigen terlarut (DO) dan kebutuhan oksigen biologi (BOD) sebagai
salah satu indikator untuk menentukan kualitas perairan. Oseana. 30(3):
21-26.
Sumeru,
Sri Umiyati, Ir. 2008. Produksi Biomassa Artemia.http://www.gooogle.
com./Produksi Biomassa Artemia/. Diakses tanggal 27 Mei 2012.
Sunardi. 2007. Petunjuk Praktikum Analisis Pengolahan
Limbah. Surakarta : Jurusan D-III Analis Kimia Fakultas Teknik Universitas
Setia Budi.
Sunu, Pramudya. 2001. Melindungi Lingkungan dengan
Menerapkan Iso 14001. Jakarta:Grasinda.
Swingle,
H.S. (1968) dalam Akrimi 2007. Teknik Pengamatan Kualitas Air dan
Plankton di Reservat Danau Arang-Arang Jambi. Jambi : Universitas
Negeri Jambi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar